MENGAJAK KEPADA PERKARA YANG DI PERENTAH ALLAH DAN MENGHINDARKAN DARI PERKARA YANG DI LARANG OLEH ALLAH SUBHANAHUWATAALA.
Selasa, 30 Januari 2018
HUKUM ISLAM HOAX (BOHONG)
“Sungguh kebohongan itu mengantarkan pada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka. Sungguh seorang laki-laki benar-benar berbohong sampai dia ditulis di sisi Allah sebagai pembogong” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ahli Komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Profesor Muhammad Alwi Dahlan, menjelaskan bahwa hoax merupakan kabar bohong yang sudah direncanakan oleh penyebarnya. “Hoax merupakan manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah,” ujar Alwi. Dia menjelaskan ada perbedaan antara hoax atau berita bohong biasa karena hoax direncanakan sebelumnya. “Berbeda antara hoax dan berita karena orang salah kutip. Pada hoax ada penyelewengan fakta sehingga menjadi menarik perhatian masyarakat.” Alwi menjelaskan bahwa hoax sengaja disebarkan untuk mengarahkan orang ke arah yang tidak benar.
Dalam Islam, kebohogan (al-kadzib) secara umum adalah haram. Berbohong, termasuk di dalamnya membuat berita bohong, merupakan perbuatan dosa dan haram hukumnya. Begitu pula menyebarkan berita bohong itu.
«وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا»
Sungguh kebohongan itu mengantarkan pada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka. Sungguh seorang laki-laki benar-benar berbohong sampai dia ditulis di sisi Allah sebagai pembogong (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasul saw. memerintah kita untuk menjauhi ucapan/tindakan bohong:
« … وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّهُ مَعَ الْفُجُورِ وَهُمَا فِى النَّارِ…»
…Tinggalkanlah kebohongan karena sungguh kebohongan itu bersama kekejian dan keduanya di neraka… (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan ath-Thabarani).
Berbicara bohong juga dinyatakan sebagai salah satu karakter orang munafik. Hal itu menunjukkan bahwa berbohong merupakan dosa besar.
Semua bentuk berbohong dilarang untuk dilakukan oleh siapapun, kepada siapapun dan dengan maksud apapun. Berbohong hanya dibolehkan dalam tiga keadaan. Rasul saw. bersabda:
كُلُّ الْكَذِبِ يُكْتَبُ عَلَى ابْنِ آدَمَ إِلاَّ ثَلاَثَ خِصَالٍ رَجُلٌ كَذَبَ عَلَى امْرَأَتِهِ لِيُرْضِيَهَا أَوْ رَجُلٌ كَذَبَ فِى خَدِيعَةِ حَرْبٍ أَوْ رَجُلٌ كَذَبَ بَيْنَ امْرَأَيْنِ مُسْلِمَيْنِ لِيُصْلِحَ بَيْنَهُمَا
…Semua kebohongan ditulis atas anak Adam kecuali tiga macam: laki-laki yang berbohong kepada istrinya untuk menyenangkannya, laki-laki berbohong sebagai tipudaya dalam perang atau laki-laki yang berbohong kepada dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya (HR Ahmad).
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani menyatakan dalam Fathu al-Bârî, “Mereka sepakat bahwa yang dimaksud kebohongan (yang dibolehkan) atas perempuan dan laki-laki itu tidak lain dalam apa yang tidak menggugurkan hak yang mesti ditunaikan kepada dirinya atau tidak mengambil apa yang menjadi haknya.”
Imam an-Nawai dalam Syarhu Muslim menyatakan, “Yang dimaksud kebohongannya kepada istrinya atau sebaliknya adalah dalam menampakkan kecintaan dan janji dengan apa yang tidak mengikat dan semacamnya. Adapun tipudaya dalam menghalangi apa yang menjadi kewajibannya atau megambil apa yang menjadi haknya adalah haram menurut ijmak kaum Muslim.”
Kebohongan, membuat berita bohong (hoax) dan menyebarkan kebohongan adalah dosa besar yang termasuk tindakan jarîmah (kriminal) dalam pandangan Islam. Namun demikian, Islam tidak menetapkan sanksinya secara spesifik. Jadi hal itu masuk dalam ta’zir. Artinya, jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada khalifah atau qâdhi. Tentu jika kebohongan atau hoax itu menyebabkan dharar atau kerugian, maka sanksi hukumnya tentu sebanding dengan besarnya dharar atau kerugian yang ditimbulkan itu.
Islam memerintahkan untuk menjauhi kebohongan atau hoax dan tidak menyebarkannya. Untuk itu, Islam mensyariatkan untuk melakukan tabayyun (QS al-Hujurat : 6).
Kata tabayyun bermakna klarifikasi. Itu menjadi kata kunci dalam menghadapi berita hoax. Imam ath-Thabari memaknai kata tabayyun dengan, “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui kebenarannya. Jangan terburu-buru menerimanya.”
Syaikh al-Jazairi mengatakan, tabayyun berarti, “Telitilah kembali sebelum kalian berkata, berbuat atau memvonis.”
Karena itu dalam berbicara dan bermedia sosial, hendaknya kita tidak gampang men-share apa saja yang diterima. Rasul saw. mengingatkan:
« كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ »
Cukuplah orang dinilai pendusta jika dia biasa menceritakan semua yang dia dengar (HR Muslim).
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
Dari:Baitul Khair
GERHANA TANDA KEKUASAAN ALLAH, ISTIQOMAHLAH DI JALAN ALLAH
Gerhana Bulan adalah fenomena alam yang jarang terjadi. Bagi orang-orang yang beriman, ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepada manusia. Allah tunjukkan bagaimana makhluk Allah yang bernama bulan berjalan pada orbitnya, tak pernah mengingkari ketetapan Allah SWT, tunduk dan patuh kepada-Nya.
وَالۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالۡعُرۡجُوۡنِ الۡقَدِيۡم
لَا الشَّمۡسُ يَنۡۢبَغِىۡ لَهَاۤ اَنۡ تُدۡرِكَ الۡقَمَرَ وَلَا الَّيۡلُ سَابِقُ النَّهَارِؕ وَكُلٌّ فِىۡ فَلَكٍ يَّسۡبَحُوۡنَ
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai tandan yang tua. Tidaklah mugkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS.Yaa-Siin: 37-40).
Nabi SAW bersabda:
إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
Allah SWT telah menentukan arah perjalanan bagi semua makhluk-Nya, termasuk kita manusia. Kepada manusia, Allah memberikan tuntunan agar selamat dalam mengarungi kehidupan dunia ini, hingga nanti ke akhirat. Allah SWT memilih utusan-Nya, manusia terbaik di muka bumi, sebagai pembawa risalah dan suri teladan. Dialah Rasulullah Muhammad SAW.
Maka hanya orang-orang yang menggunakan akalnya sajalah yang mengikuti petunjuk Allah SWT dan mengikuti jejak Rasulullah SAW.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ
وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Allah dengan keterangan yang nyata. Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS Yusuf: 108)
Di samping jalan Allah, sesungguhnya terbentang jalan-jalan setan. Inilah jalan kemaksiatan. Mungkin tampak indah di depan mata, tapi celaka pada akhirnya. Jalan ini siap membelokkan manusia dari orbit yang seharusnya yakni ketaatan kepada Allah saja menuju murka Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah thaghut, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS : Al Baqarah : 257)
Ibnu Katsir mengatakan : “Allah SWT mengabarkan bahwasannya Dia akan memberikan petunjuk kepada orang yang mengikuti jalan-Nya kepada jalan-jalan keselamatan. Maka Allah akan mengeluarkan hamba-Nya yaitu orang-orang Mukmin dari kegelapan kekufuran dan keragu-raguan kepada cahaya kebenaran yang jelas, terang, nyata, mudah dan bercahaya. Dan bahwasanya orang-orang kafir sesungguhnya pelindung-pelindung mereka adalah setan yang menghiasi mereka kepada kebodohan dan kesesatan, serta mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari jalan kebenaran menuju jalan kekufuran dan kedustaan, { Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya}.
Ingat, kebenaran itu dari Allah. Jangan Anda tertipu jumlah dalam menentukan kebenaran. Kebenaran disebut sebagai kebenaran jika dan hanya jika sesuai dengan dalil Alquran dan Sunnah. Bahkan terkadang orang yang berada di jalan kebenaran itu sedikit jumlahnya. Allâh Ta’âla berfirman:
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
“Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit”. (QS Hûd: 40).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berpesan: “Janganlah engkau (mudah) tertipu dengan apa yang mengelabui orang-orang jahil. Mereka itu mengatakan, ‘Jika orang-orang itu (yang berada di atas al-haq) betul-betul di atas kebenaran, mestinya jumlah mereka tidak akan sedikit. Sementara manusia lebih banyak yang tidak sejalan dengan mereka’. Ingatlah bahwa sesungguhnya orang-orang (yang berada di atas al-haq) itulah manusia (sebenarnya). Sedang orang-orang yang bertentangan dengan mereka hanyalah serupa dengan manusia, bukan manusia. Manusia (sebenarnya) hanyalah orang-orang yang mengikuti al-haq meskipun mereka berjumlah paling sedikit”. (Miftâhu Dâris Sa’âdah 1/147).
Ingat pula firman Allah SWT:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴿١١٦﴾إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” [QS Al-An’am:116-117]
Akhirnya, marilah kita semua masuk ke dalam Islam ini secara kaffah, di seluruh aspek kehidupan. Jangan pernah berpaling sedikit pun. Jangan tergiur oleh bujuk rayu setan, baik yang berwujud jin maupun manusia. Tetap istiqomah di jalan Allah, meski kadang berat dan banyak rintangan menghadang.
Semoga Allah SWT jadikan kita hamba-Nya yang beruntung. Aamiin
Dari Baitul Khair
Ahad, 28 Januari 2018
NASIHAT KEPADA MATA HATI YANG BUTA
KERAJINAN KAMU UNTUK MEMPEROLEHI APA YANG TELAH TERJAMIN UNTUK KAMU DI SAMPING KECUAIAN KAMU TERHADAP KEWAJIPAN YANG DIAMANATKAN MENUNJUKKAN BUTA MATA HATI.
Hikmat 5 ini merupakan lanjutan kepada Hikmat yang lalu. Imam Ibnu Athaillah menceritakan kesan daripada hijab nafsu dan hijab akal yang menutup hati daripada melihat kepada takdir yang menjadi ketentuan Allah s.w.t. Ada tiga perkara yang dikemukakan untuk direnungi:
1: Jaminan Allah s.w.t.
2: Kewajipan hamba
3: Mata hati yang mengenal jaminan Allah s.w.t dan kewajipan hamba.
Penyingkapan rahsia mata hati adalah penting bagi memahami Kalam Hikmat di atas. Mata hati ialah mata bagi hati atau boleh juga dikatakan kebolehan mengenal yang dimiliki oleh hati. Kadang-kadang mata hati ini dipanggil sebagai mata dalam. Istilah ‘mata dalam’ digunakan bagi membezakan istilah ini dengan mata yang zahir, iaitu yang dimiliki oleh diri zahir. Diri zahir terbentuk daripada daging, darah, tulang, sumsum, rambut, kulit dan lain-lain. Diri zahir ini berkebolehan untuk melihat, mendengar, mencium, merasa dan menyentuh. Diri zahir memperolehi kehidupan dari perjalanan darah ke seluruh tubuhnya dan aliran nyawa dalam bentuk wap atau gas yang keluar masuk melalui hidung dan mulut. Jika darahnya dikeringkan atau dibekukan ataupun jika aliran wap yang keluar masuk itu disekat maka diri zahir akan mengalami satu keadaan di mana sekalian bahagiannya terhenti berfungsi dan ia dinamakan mati! Diri zahir ini jika disusun dapatlah dikatakan bahawa ia terdiri daripada tubuh dan nyawa serta deria-deria yang dapat mengenal sesuatu yang zahiriah. Pusat kawalannya ialah otak yang mengawal keberkesanan deria-deria dan juga mencetuskan daya timbang atau akal fikiran.
Diri batin juga mempunyai susunan yang sama seperti diri zahir tetapi dalam keadaan ghaib. Ia juga mempunyai tubuh yang dipanggil kalbu atau hati. Hati yang dimaksudkan bukanlah seketul daging yang berada di dalam tubuh. Ia merupakan hati rohani atau hati seni. Ia bukan kejadian alam kasar, sebab itu ia tidak dapat dikesan oleh pancaindera zahir. Ia termasuk di dalam perkara- perkara ghaib yang diistilahkan sebagai Latifah Rabbaniah atau hal yang menjadi rahsia ketuhanan.
Apabila di dalam keadaan suci bersih ia dapat mendekati Tuhan. Ia juga yang menjadi tilikan Tuhan. Hati seni ini juga memiliki nyawa yang dibahasakan sebagai roh. Roh juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah. Ia adalah urusan Tuhan dan manusia hanya mempunyai sedikit pengetahuan mengenainya.
Katakan: “Roh itu dari perkara urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberi ilmu pengetahuan melainkan sedikit sahaja”. ( Ayat 85 : Surah Bani Israil )
Tubuh seni atau hati seni juga mempunyai sifat yang berkemampuan mencetuskan pemahaman dan pengetahuan. Ia dipanggil akal yang juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah yang tidak mampu dihuraikan. Akal jenis ini berguna bagi pengajian tentang ketuhanan. Tubuh zahir mempunyai deria-deria untuk mengenal perkara zahiriah. Deria-deria tersebut dipanggil penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan penyentuhan dan alat-alat yang bersangkutan ialah mata, telinga, hidung, lidah, tangan dan lain-lain. Tubuh seni atau diri batin juga mempunyai deria yang mengenal perkara ghaib dan deria ini dinamakan basirah atau mata hati. Ia berbeza daripada sifat melihat yang dimiliki oleh mata zahir. Mata zahir melihat perkara zahir dan mata hati syuhud atau menyaksikan kepada yang ghaib.
Apa yang ada di sekeliling kita boleh dilihat melalui dua aspek iaitu yang nyata dilihat dengan mata zahir dan yang ghaib dilihat dengan mata hati. Jika kita ambil satu buku gula, mata kasar melihat sejenis hablur berwarna keputihan. Bila diletakkan pada lidah terasalah manisnya. Ketika menikmati kemanisan itu kita seolah-olah memandang jauh kepada sesuatu yang tidak ada di hadapan mata. Kelakuan merenung jauh itu sebenarnya adalah terjemahan kepada perbuatan mata hati memandang kepada hakikat gula iaitu manis. Bagaimana rupa manis tidak dapat diceritakan tetapi mata hati yang melihat kepadanya mengenal bahawa gula adalah manis. Jika mata zahir melihat sebilah pedang, maka mata hati akan melihat pada tajamnya. Jika mata zahir melihat kepada lada, mata hati melihat kepada pedasnya. Jadi, mata zahir mengenal dan membezakan rupa yang zahir sementara mata hati mengenal dan membezakan hakikat kepada yang zahir. Mata hati yang hanya berfungsi setakat mengenal manis, tajam, pedas dan yang seumpamanya masih dianggap sebagai mata hati yang buta. Mata hati hanya dianggap celik jika ia mampu melihat urusan ketuhanan di sebalik yang nyata dan yang tidak nyata.
Kekuatan suluhan mata hati bergantung kepada kekuatan hati itu sendiri. Semakin bersih dan suci hati bertambah teranglah mata hati. Jika ia cukup terang ia bukan sahaja mampu melihat kepada yang tersembunyi di sebalik rupa yang zahir di sekeliling kita malah ia mampu melihat atau syuhud apa yang di luar daripada dunia. Dunia adalah segala sesuatu yang berada di dalam bulatan langit yang pertama atau langit dunia atau langit rendah. Langit rendah ini merupakan sempadan dunia. Selepas langit dunia dinamakan Alam Barzakh. Meninggal dunia membawa maksud roh yang rumahnya iaitu jasad telah tidak sesuai lagi didiaminya atau dipanggil sebagai mengalami kematian, dibawa keluar dari langit dunia dan ditempatkan di dalam Alam Barzakh.
Fungsi mata hati ialah melihat yang hakiki. Mata hati yang mampu melihat dunia secara keseluruhan sebagai satu wujud akan mengenali apa yang hakiki tentang dunia itu. Oleh sebab penyaksian mata hati bersifat tidak dapat dinyatakan secara terang maka ia memerlukan ibarat untuk mendatangkan kefahaman. Ibarat yang biasa digunakan bagi menceritakan tentang hakikat dunia ialah: “Dunia adalah seorang perempuan yang sangat tua dan sangat hodoh. Tubuhnya kotor dan berpenyakit, menanah di sana sini dan ada bahagiannya yang sudah dimakan ulat ”. Begitulah lebih kurang perasaan orang yang melihat kepada hakikat dunia dengan mata hatinya. Bagaimana rupa hakikat yang menyebabkan timbul perasaan dan ibarat yang demikian tidak dapat dihuraikan.
Mata hati yang lebih kuat mampu pula menyaksikan Alam Barzakh dan mengenali satu lagi hakikat yang dinamakan keabadian, iaitu sifat hari akhirat. Kematian membinasakan jasad dan kiamat membinasakan alam seluruhnya tetapi tidak membinasakan Roh yang padanya tergantung kitab amalan masing-masing. Ahli maksiat tidak dapat diselamatkan oleh kematian dan kiamat. Ahli taat yang tidak mendapat ganjaran yang setimpal di dunia tidak binasa ketaatannya oleh kematian dan kiamat. Tanggungjawab seseorang hamba akan terus dipikulnya melepasi kematian, Alam Barzakh, kiamat, Padang Mahsyar dan seterusnya menghadapi Pemerintah hari pembalasan. Tanggungjawab itu hanya gugur setelah Hakim Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil lagi Maha Mengetahui serta Maha Perkasa menjatuhkan hukuman. Inilah hakikat yang ditemui oleh mata hati yang menyelami Alam Barzakh, bukan melihat roh orang mati di dalam kubur.
Mata hati berfungsi mengenal perkara yang ghaib. Makrifat atau pengenalan kepada keabadian atau hari akhirat akan melahirkan kesungguhan pada menjalankan amanat Allah s.w.t iaitu mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Amanat itu akan terus dibawa oleh para hamba untuk diserahkan kembali kepada Allah s.w.t yang meletakkan amanat tersebut kepada mereka.
Makrifat mata hati yang demikian melahirkan sifat takwa dan beramal salih. Apabila takwa dan amal salih menjadi sifat seorang hamba maka masuklah hamba itu ke dalam jaminan Allah s.w.t.
Dialah Tuhan yang memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya (untuk menghidupkan rohani kamu), dan yang menurunkan (untuk jasmani kamu) sebab-sebab rezeki dari langit. Dan tiadalah yang ingat serta mengambil pelajaran (dari yang demikian) melainkan orang yang sentiasa bertumpu (kepada Allah). ( Ayat 13 : Surah al-Mu’min )
Allah s.w.t berfirman dalam Hadis Qudsi:
Hamba-Ku, taatilah semua perintah-Ku, jangan membeber keperluan kamu.
Allah s.w.t sebagai Tuhan, Tuan atau Majikan tidak sekali-kali mengabaikan tanggungjawab-Nya untuk memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya sementara hamba-hamba pula berkewajipan mentaati Tuan mereka. Rezeki telah dijamin oleh Allah s.w.t dan untuk mendapatkan rezeki tersebut seseorang hamba hanya perlu bertindak sesuai dengan makamnya. Jika dia seorang ahli asbab maka bekerjalah ke arah rezekinya dan jangan iri hati terhadap rezeki yang dikurniakan kepada orang lain. Jika dia ahli tajrid maka bertawakallah kepada Allah s.w.t dan jangan gusar jika terjadi kelewatan atau kekurangan dalam urusan rezeki. Walau dalam makam manapun seseorang hamba itu berada dia mesti melakukan kewajipan iaitu bersungguh-sungguh mentaati Allah s.w.t dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Hamba yang terbuka mata hatinya akan percaya dengan yakin terhadap jaminan Allah s.w.t dan tidak mencuaikan kewajipannya. Hamba ini akan melipat-gandakan kegiatan dan kerajinannya untuk bertakwa dan beramal salih tanpa mencurigai jaminan Allah s.w.t tentang rezekinya.
Hamba yang buta mata hatinya akan berbuat yang berlawanan iaitu dia tekun dan rajin di dalam mencari rezeki yang dijamin oleh Allah s.w.t tetapi dia mencuaikan tanggungjawab yang diamanatkan oleh Allah s.w.t. Orang ini akan menggunakan daya usaha yang banyak untuk memperolehi rezeki yang boleh didapati dengan daya usaha yang sederhana tetapi menggunakan daya usaha yang sedikit dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin didapati kecuali dengan daya usaha yang gigih dan perjuangan yang hebat iaitu pahala-pahala bagi amal salih.
Mata hati melihat kepada yang hak dalam keghaiban. Nafsu yang hanya berminat dengan kebendaan yang nyata menutupi yang hak itu dan akal mengadakan hujah untuk menguatkan keraguan yang tumbuh pada nafsu. Perkara ghaib disaksikan dengan keyakinan. Jika nafsu dan akal bersepakat mengadakan keraguan, kebenaran yang ghaib akan terhijab. Orang yang mencari kebenaran tetapi gagal menundukkan nafsu dan akalnya akan berpusing-pusing di tempat yang sama. Keyakinan dan keraguan sentiasa berperang dalam jiwanya.
Tulisan Akhi Qutuz Salahudin
Hikmat 5 ini merupakan lanjutan kepada Hikmat yang lalu. Imam Ibnu Athaillah menceritakan kesan daripada hijab nafsu dan hijab akal yang menutup hati daripada melihat kepada takdir yang menjadi ketentuan Allah s.w.t. Ada tiga perkara yang dikemukakan untuk direnungi:
1: Jaminan Allah s.w.t.
2: Kewajipan hamba
3: Mata hati yang mengenal jaminan Allah s.w.t dan kewajipan hamba.
Penyingkapan rahsia mata hati adalah penting bagi memahami Kalam Hikmat di atas. Mata hati ialah mata bagi hati atau boleh juga dikatakan kebolehan mengenal yang dimiliki oleh hati. Kadang-kadang mata hati ini dipanggil sebagai mata dalam. Istilah ‘mata dalam’ digunakan bagi membezakan istilah ini dengan mata yang zahir, iaitu yang dimiliki oleh diri zahir. Diri zahir terbentuk daripada daging, darah, tulang, sumsum, rambut, kulit dan lain-lain. Diri zahir ini berkebolehan untuk melihat, mendengar, mencium, merasa dan menyentuh. Diri zahir memperolehi kehidupan dari perjalanan darah ke seluruh tubuhnya dan aliran nyawa dalam bentuk wap atau gas yang keluar masuk melalui hidung dan mulut. Jika darahnya dikeringkan atau dibekukan ataupun jika aliran wap yang keluar masuk itu disekat maka diri zahir akan mengalami satu keadaan di mana sekalian bahagiannya terhenti berfungsi dan ia dinamakan mati! Diri zahir ini jika disusun dapatlah dikatakan bahawa ia terdiri daripada tubuh dan nyawa serta deria-deria yang dapat mengenal sesuatu yang zahiriah. Pusat kawalannya ialah otak yang mengawal keberkesanan deria-deria dan juga mencetuskan daya timbang atau akal fikiran.
Diri batin juga mempunyai susunan yang sama seperti diri zahir tetapi dalam keadaan ghaib. Ia juga mempunyai tubuh yang dipanggil kalbu atau hati. Hati yang dimaksudkan bukanlah seketul daging yang berada di dalam tubuh. Ia merupakan hati rohani atau hati seni. Ia bukan kejadian alam kasar, sebab itu ia tidak dapat dikesan oleh pancaindera zahir. Ia termasuk di dalam perkara- perkara ghaib yang diistilahkan sebagai Latifah Rabbaniah atau hal yang menjadi rahsia ketuhanan.
Apabila di dalam keadaan suci bersih ia dapat mendekati Tuhan. Ia juga yang menjadi tilikan Tuhan. Hati seni ini juga memiliki nyawa yang dibahasakan sebagai roh. Roh juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah. Ia adalah urusan Tuhan dan manusia hanya mempunyai sedikit pengetahuan mengenainya.
Katakan: “Roh itu dari perkara urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberi ilmu pengetahuan melainkan sedikit sahaja”. ( Ayat 85 : Surah Bani Israil )
Tubuh seni atau hati seni juga mempunyai sifat yang berkemampuan mencetuskan pemahaman dan pengetahuan. Ia dipanggil akal yang juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah yang tidak mampu dihuraikan. Akal jenis ini berguna bagi pengajian tentang ketuhanan. Tubuh zahir mempunyai deria-deria untuk mengenal perkara zahiriah. Deria-deria tersebut dipanggil penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan penyentuhan dan alat-alat yang bersangkutan ialah mata, telinga, hidung, lidah, tangan dan lain-lain. Tubuh seni atau diri batin juga mempunyai deria yang mengenal perkara ghaib dan deria ini dinamakan basirah atau mata hati. Ia berbeza daripada sifat melihat yang dimiliki oleh mata zahir. Mata zahir melihat perkara zahir dan mata hati syuhud atau menyaksikan kepada yang ghaib.
Apa yang ada di sekeliling kita boleh dilihat melalui dua aspek iaitu yang nyata dilihat dengan mata zahir dan yang ghaib dilihat dengan mata hati. Jika kita ambil satu buku gula, mata kasar melihat sejenis hablur berwarna keputihan. Bila diletakkan pada lidah terasalah manisnya. Ketika menikmati kemanisan itu kita seolah-olah memandang jauh kepada sesuatu yang tidak ada di hadapan mata. Kelakuan merenung jauh itu sebenarnya adalah terjemahan kepada perbuatan mata hati memandang kepada hakikat gula iaitu manis. Bagaimana rupa manis tidak dapat diceritakan tetapi mata hati yang melihat kepadanya mengenal bahawa gula adalah manis. Jika mata zahir melihat sebilah pedang, maka mata hati akan melihat pada tajamnya. Jika mata zahir melihat kepada lada, mata hati melihat kepada pedasnya. Jadi, mata zahir mengenal dan membezakan rupa yang zahir sementara mata hati mengenal dan membezakan hakikat kepada yang zahir. Mata hati yang hanya berfungsi setakat mengenal manis, tajam, pedas dan yang seumpamanya masih dianggap sebagai mata hati yang buta. Mata hati hanya dianggap celik jika ia mampu melihat urusan ketuhanan di sebalik yang nyata dan yang tidak nyata.
Kekuatan suluhan mata hati bergantung kepada kekuatan hati itu sendiri. Semakin bersih dan suci hati bertambah teranglah mata hati. Jika ia cukup terang ia bukan sahaja mampu melihat kepada yang tersembunyi di sebalik rupa yang zahir di sekeliling kita malah ia mampu melihat atau syuhud apa yang di luar daripada dunia. Dunia adalah segala sesuatu yang berada di dalam bulatan langit yang pertama atau langit dunia atau langit rendah. Langit rendah ini merupakan sempadan dunia. Selepas langit dunia dinamakan Alam Barzakh. Meninggal dunia membawa maksud roh yang rumahnya iaitu jasad telah tidak sesuai lagi didiaminya atau dipanggil sebagai mengalami kematian, dibawa keluar dari langit dunia dan ditempatkan di dalam Alam Barzakh.
Fungsi mata hati ialah melihat yang hakiki. Mata hati yang mampu melihat dunia secara keseluruhan sebagai satu wujud akan mengenali apa yang hakiki tentang dunia itu. Oleh sebab penyaksian mata hati bersifat tidak dapat dinyatakan secara terang maka ia memerlukan ibarat untuk mendatangkan kefahaman. Ibarat yang biasa digunakan bagi menceritakan tentang hakikat dunia ialah: “Dunia adalah seorang perempuan yang sangat tua dan sangat hodoh. Tubuhnya kotor dan berpenyakit, menanah di sana sini dan ada bahagiannya yang sudah dimakan ulat ”. Begitulah lebih kurang perasaan orang yang melihat kepada hakikat dunia dengan mata hatinya. Bagaimana rupa hakikat yang menyebabkan timbul perasaan dan ibarat yang demikian tidak dapat dihuraikan.
Mata hati yang lebih kuat mampu pula menyaksikan Alam Barzakh dan mengenali satu lagi hakikat yang dinamakan keabadian, iaitu sifat hari akhirat. Kematian membinasakan jasad dan kiamat membinasakan alam seluruhnya tetapi tidak membinasakan Roh yang padanya tergantung kitab amalan masing-masing. Ahli maksiat tidak dapat diselamatkan oleh kematian dan kiamat. Ahli taat yang tidak mendapat ganjaran yang setimpal di dunia tidak binasa ketaatannya oleh kematian dan kiamat. Tanggungjawab seseorang hamba akan terus dipikulnya melepasi kematian, Alam Barzakh, kiamat, Padang Mahsyar dan seterusnya menghadapi Pemerintah hari pembalasan. Tanggungjawab itu hanya gugur setelah Hakim Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil lagi Maha Mengetahui serta Maha Perkasa menjatuhkan hukuman. Inilah hakikat yang ditemui oleh mata hati yang menyelami Alam Barzakh, bukan melihat roh orang mati di dalam kubur.
Mata hati berfungsi mengenal perkara yang ghaib. Makrifat atau pengenalan kepada keabadian atau hari akhirat akan melahirkan kesungguhan pada menjalankan amanat Allah s.w.t iaitu mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Amanat itu akan terus dibawa oleh para hamba untuk diserahkan kembali kepada Allah s.w.t yang meletakkan amanat tersebut kepada mereka.
Makrifat mata hati yang demikian melahirkan sifat takwa dan beramal salih. Apabila takwa dan amal salih menjadi sifat seorang hamba maka masuklah hamba itu ke dalam jaminan Allah s.w.t.
Dialah Tuhan yang memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya (untuk menghidupkan rohani kamu), dan yang menurunkan (untuk jasmani kamu) sebab-sebab rezeki dari langit. Dan tiadalah yang ingat serta mengambil pelajaran (dari yang demikian) melainkan orang yang sentiasa bertumpu (kepada Allah). ( Ayat 13 : Surah al-Mu’min )
Allah s.w.t berfirman dalam Hadis Qudsi:
Hamba-Ku, taatilah semua perintah-Ku, jangan membeber keperluan kamu.
Allah s.w.t sebagai Tuhan, Tuan atau Majikan tidak sekali-kali mengabaikan tanggungjawab-Nya untuk memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya sementara hamba-hamba pula berkewajipan mentaati Tuan mereka. Rezeki telah dijamin oleh Allah s.w.t dan untuk mendapatkan rezeki tersebut seseorang hamba hanya perlu bertindak sesuai dengan makamnya. Jika dia seorang ahli asbab maka bekerjalah ke arah rezekinya dan jangan iri hati terhadap rezeki yang dikurniakan kepada orang lain. Jika dia ahli tajrid maka bertawakallah kepada Allah s.w.t dan jangan gusar jika terjadi kelewatan atau kekurangan dalam urusan rezeki. Walau dalam makam manapun seseorang hamba itu berada dia mesti melakukan kewajipan iaitu bersungguh-sungguh mentaati Allah s.w.t dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Hamba yang terbuka mata hatinya akan percaya dengan yakin terhadap jaminan Allah s.w.t dan tidak mencuaikan kewajipannya. Hamba ini akan melipat-gandakan kegiatan dan kerajinannya untuk bertakwa dan beramal salih tanpa mencurigai jaminan Allah s.w.t tentang rezekinya.
Hamba yang buta mata hatinya akan berbuat yang berlawanan iaitu dia tekun dan rajin di dalam mencari rezeki yang dijamin oleh Allah s.w.t tetapi dia mencuaikan tanggungjawab yang diamanatkan oleh Allah s.w.t. Orang ini akan menggunakan daya usaha yang banyak untuk memperolehi rezeki yang boleh didapati dengan daya usaha yang sederhana tetapi menggunakan daya usaha yang sedikit dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin didapati kecuali dengan daya usaha yang gigih dan perjuangan yang hebat iaitu pahala-pahala bagi amal salih.
Mata hati melihat kepada yang hak dalam keghaiban. Nafsu yang hanya berminat dengan kebendaan yang nyata menutupi yang hak itu dan akal mengadakan hujah untuk menguatkan keraguan yang tumbuh pada nafsu. Perkara ghaib disaksikan dengan keyakinan. Jika nafsu dan akal bersepakat mengadakan keraguan, kebenaran yang ghaib akan terhijab. Orang yang mencari kebenaran tetapi gagal menundukkan nafsu dan akalnya akan berpusing-pusing di tempat yang sama. Keyakinan dan keraguan sentiasa berperang dalam jiwanya.
Tulisan Akhi Qutuz Salahudin
Langgan:
Catatan (Atom)
Solat Sunat Tahajjud Yang Betul Dan Lengkap
Solat Sunat Tahajjud Yang Betul Dan Lengkap Solat Sunat Tahajjud adalah solat malam yang dilaksanakan setelah bangun tidur, afdalnya dibua...
-
Solat Sunat Tahajjud Yang Betul Dan Lengkap Solat Sunat Tahajjud adalah solat malam yang dilaksanakan setelah bangun tidur, afdalnya dibua...
-
By Shahmuzir Banyak ayat-ayat di dalam al-Quran telah memberitahu kita siapakah ALLAH dan bagaimanakah sifat-sifat ALLAH. Di dalam tulisa...
-
Artikel "Biografi Khalid bin Walid" adalah bagian dari seri "Kisah Sahabat NAbi Muhammad SAW" Khalid bin Walid radhiya...